Film Vina (Vina, Sebelum 7 Hari) masih menjadi topik trending di dunia perfilman Indonesia. Film yang disutradarai oleh Anggy Umbara tersebut diangkat dari kisah nyata tragis Vina Cirebon yang terjadi pada 2016 silam. Vina yang masih remaja dengan pasangannya menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual kemudian dibunuh secara mengenaskan oleh sekelompok geng motor. Anggy sebagai sutradara mengungkapkan bahwa ia hendak mengkampayekan anti-bullying dan membantu menguak kasus Vina Cirebon yang masih belum tuntas.
Nyatanya, film Vina telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat dan pakar film. Lepas dari kesuksesan dengan pencapaian angka penonton yang telah mencapai 5 juta lebih, banyak pula pihak yang kritisi eksekusi dan muatan dari film Vina yang tidak etis dalam mengangkat isu pelecehan seksual. Padahal ada banyak cara untuk menulis naskah dengan isu sensitif tersebut untuk lebih mengedukasi dan menimbulkan simpati tanpa eksploitasi.
Hal tersebut juga telah terbukti dengan banyak karya-karya yang mengangkat topik pelecehan dan kekerasan seksual tanpa ada adegan kekerasan, eksploitasi tragedi, dan romantisasi pada pelakunya. Berikut sederet serial dan film tentang pelecehan seksual yang tidak eksploitatif seperti film Vina.
Table of Contents
1. Patrick Melrose (2018)

“Patrick Melrose” adalah miniseries yang dibintangi oleh aktor papan atas Benedict Cumberbatch sebagai karakter titular. Patrick adalah putra tunggal keluarga keluarga kaya. Namun jauh dari kata sejahtera, ia ditelantarkan oleh ibunya dan mengalami pelecehan seksual oleh ayahnya sendiri. Sama sekali tidak memperlihatkan adegan pelecehannya, serial ini lebih fokus pada dampak yang terjadi pada Patrick sepanjang hidupnya.
Meskipun dalam narasinya diceritakan hanya sekali Patrick mengalami pelecehan, penonton tetap bisa merasakan trauma, luka, dan dampak psikologi yang akhirnya mempengaruhi Patrick dengan kehidupannya yang problematik di kala dewasa. Akting Benedict Cumberbatch juga punya andil besar dalam mengeksekusi karakter yang jelas bukan panutan, namun tetap membutuhkan simpati sebagai korban pelecehan seksual.
2. Unbelievable (2019)

“Unvelievable” adalah serial Netflix yang diangkat dari kasus nyata, kurang lebih seperti film Vina. Serial Amerika ini diangkat dari kasus pemerkosaan berantai yang terjadi di Washington dan Colorado pada tahun 2008 sampai 2011. Serial ini lebih didominasi oleh sudut pandang investigasi oleh dua detektif wanita yang dibintangi oleh Toni Collette dan Merritt Wever.
Selain memalsukan identitas para korban, serial ini juga mengeksplorasi isu ‘victim blaming’ yang kerap terjadi pada kasus-kasus seperti ini. Ada satu sudut pandang cerita diambil dari korban remaja perempuan yang dibintangi oleh Kaitlyn Dever. Dimana menunjukan kesulitannya menghadapi penghakiman sosial dan penegak hukum yang tidak memihak pada korban dalam kasus pemerkosaan yang sensitif dan tricky.
3. Promising Young Woman (2020)

Banyak yang mengkritik bagaimana film Vina seharusnya tidak dijadikan film horror, namun film documenter saja. Masalahnya lebih karena muatan dan naskah daripada pemilihan genre. “Promising Young Woman” adalah film dengan isu pelecehan dan kekerasan seksual dengan korban yang akhirnya bunuh diri, dikemas dalam naskah thriller revenge yang mencerahkan sekaligus menghibur. Dibintangi oleh Carey Mulligan sebagai Cassie, ia adalah mantan mahasiswa kedokteran yang dropout pasca tragedi yang terjadi pada sahabatnya, Nina.
Dihantui trauma, Cassie mendedikasikan hidupnya untuk memberi pelajaran pada pria hidung belang dan balas dendam pada pelaku yang melecehkan sahabatnya. “Promising Young Woman” tetap sasaran dalam mengkritisi dan memberikan pelajaran pada setiap pihak yang bertanggung jawab ketika terjadi pelecehan seksual. Mulai dari institusi, penegak hukum, saksi mata yang memilih untuk diam, hingga akhirnya para pelaku.
4. The Assistant (2019)

“The Assistant” adalah film debut dari sutradara film dokumenter, Kitty Green. Sebelumnya ia banyak membuat film dokumenter bermuatan feminisme dan kasus pembunuhan anak “Casting JonBenet” dengan cara paling sensitif dan tidak mengeksploitasi tragedi. “The Assistant” adalah narasi fiksi, namun terinspirasi oleh praktek manipulasi dan pelecehan seksual yang terjadi di rumah produksi hiburan besar.
Dibintangi Julia Garner sebagai Jane, ia adalah asisten baru seorang produser pria di rumah produksi besar. Ia mulai melihat berbagai bukti dan indikasi bahwa telah terjadi pelecehan seksual oleh produsernya pada banyak wanita muda yang ingin menjadi aktris. Bahkan tanpa sedikit pun adegan pelecehan dalam film, penonton bisa memahami bahwa pelecehan telah terjadi namun pilihannya ada dua; melaporkan atau pura-pura tidak tahu. “The Assistant” terlihat sangat brutal melalui narasinya bahkan tanpa adegan eksplisit sama sekali.
5. The Perks of Being a Wallflower (2012)

“The Perks of Being a Wallflower” memiliki muatan isu pelecehan seksual, namun tidak dipromosikan dengan film dengan topik tersebut. Dibintangi oleh Logan Lerman sebagai Charlie, ia adalah remaja 15 tahun yang gelisah akan kehidupan barunya sebagai siswa SMA. Bertemu dan akhirnya dengan senior yang ramah, ini adalah kisah Charlie dalam menjalani hidup baru dan menangani masalah mental yang ia miliki karena berbagai trauma dari masa lalu.
Selain trauma karena sahabatnya meninggal, Charlie juga dinarasikan sempat mengalami pelecehan seksual oleh tantenya sendiri. Namun tanpa ada adegan yang menampilkannya secara eksplisit, film ini lebih fokus pada dampak emosional Charlie yang telah dieksekusi dengan berkualitas oleh Lorgan Lerman.
6. Women Talking (2022)

“Women Talking” adalah film drama yang bercerita tentang sekelompok wanita dari koloni agama terisolasi. Rahasia terungkap ketika para wanita memutuskan untuk membicarakan situasi mereka, dimana alih-alih gangguan gaib, ternyata selama bertahun-tahun para wanita muda maupun dewasa menjadi korban pemerkosaan para pria di koloni tersebut. Mereka dicekoki obat-obatan agar tidak sadar ketika sedang dilecehkan, kemudian menyalahkan tragedi tersebut pada iblis.
Sesuai dengan judulnya, film ini benar-benar didominasi dengan sekelompok wanita muda hingga lanjut usia tentang pelecehan yang terjadi. Mulai dari sekelompok wanita muda yang mengalami pelecehan dan sedang dalam mengalami trauma, ibu-ibu yang mengkhawatirkan anak-anak mereka, dan para petuah yang merasa kabur bukan pilihan paling bijak. Film ini mengangkat topik seperti film Vina, namun lebih memilih untuk ‘tell, not show’ yang eksploitatif untuk isu demikian.
7. Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

Tidak hanya film dan serial Hollywood, film Indonesia juga ada banyak yang angkat isu pelecehan dan kekerasan seksual namun tidak eksploitatif seperti film Vina. Salah satunya adalah “Marlina, Si Pembunuh dalam Empat Babak” yang dibintangi oleh Marsha Timothy. Kalau ini tidak brutal ke korbannya, namun kebrutalan ditujukan pada pelakunya. Marlina adalah janda yang tidak bisa memakamkan suaminya karena tidak ada biaya. Keadaan semakin buruk ketika ia dirampok dan diperkosa. Marlina pun bertekad balas dendam dan menuntut keadilan.
Film Marlina mungkin tidak mengeksplorasi trauma korban dengan pendekatan emosi yang depresi, namun lebih kemarahan dan balas dendam yang juga bisa menjadi manifestasi korban pelecehan seksual. Satu lagi isu yang dibahas dalam film ini adalah penegak hukum di daerah terpencil di Indonesia yang masih tidak peka apalagi sensitif dengan kasus pelecehan seksual ketika ada korban melapor.
8. 27 Steps of May (2018)

Satu lagi film Indonesia yang belakangan disandingkan oleh film Vina adalah “27 Steps of May”. Film ini dibintangi oleh Raihaanun sebagai May, wanita yang menjadi korban pemerkosaan pada Kerusuhan Mei 1998, kala itu ia masih 14 tahun. Karena trauma yang mendalam dan tak berujung, ia pun mengisolasi diri dari dunia dalam perlindungan ayahnya dibintangi Lukman Sardi. Alih-alih menambah trauma dengan adegan eksploitatif, film ini mengajak penonton untuk memahami trauma dalam kesunyian.
Sepanjang narasi, May tak lagi berkomunikasi, tak ingin merasakan emosi apapun, apalagi melihat dunia luar. Hingga suatu hari ia bertemu berkomunikasi dengan pesulap melalui lubang di rumahnya. Tak hanya mengangkat perspektif korban, “27 Steps of May” juga mengeksplorasi ketidakberdayaan keluarga korban yang sama-sama larut dalam trauma. Kemudian melalui pesulap yang dibintangi Ario Bayu, diperlihatkan sepatutnya penonton menanggapi korban pelecehan dengan lebih sensitif.
9. Penyalin Cahaya (2021)

“Penyalin Cahaya” juga menjadi film Indonesia dengan isu pelecehan seksual di kalangan remaja. Dibintangi oleh Shenina Cinnamon sebagai Suryani, ia merasa dirinya adalah korban ketika foto tidak senonohnya tersebar di media sosial, mengancam status beasiswa kuliahnya. Ia merasa dirinya telah dipermainkan oleh para senior klub teater dalam pesta kemenangan mereka yang sempat ia datangi. Bersama dengan petugas foto copy kampus, Suryani memutuskan melakukan investigasi yang membawanya pada kebenaran yang lebih besar dari yang duga.
“Penyalin Cahaya” bisa jadi film tentang pelecehan seksual dengan narasi dan muatan yang cukup berbeda pada skenanya. Alih-alih mengeksplorasi trauma atau emosi-emosi yang murung dan depresif, film ini lebih menekankan pada pentingnya penegakan hukum dan pelaku yang harusnya diadili. Meskipun para korban terlihat biasa-biasa a dan masih bisa melanjutkan hidup, bukan berarti tidak terjadi apa-apa.
10. Silenced (2011)

Sempat bikin gempar Korea Selatan seperti film Vina yang menggeparkan Indonesia, “Silenced” adalah film drama tentang pelecehan seksual yang terinspirasi dari kisah nyata. “Silenced” dibintangi oleh aktor Korea Selatan populer, Gong Yoo sebagai guru Bernama Kang In-ho. Mulai mengajar di sekolah khusus pelajar tuna rungu di Gwangju, ia mulai menyadari bahwa beberapa siswa mengalami pelecehan seksual oleh staf sekolah namun tak bisa mengadu karena bisu.
Dalam “Silenced” teror dan horor yang dialami setiap anak di bawah umur memiliki presentasi yang mengerikan meskipun tanpa menunjukan adegan pelecehan seksual sama sekali. Ini menjadi salah satu film tentang kasus pelecehan seksual yang sulit untuk ditonton meskipun sama sekali tidak mengandung kebrutalan visual meskipun ada korban jiwa juga seperti film Vina. Sama juga seperti film Vina, “Silenced” membuat kasus pelecehan pada siswa-siswa tuna rungu dan tuna wicara di Gwangju pada 2000an diangkat lagi ke pengedalian Korea Selatan.