Sekuriti Hotel Fairmont melaporkan sejumlah anggota Koalisi Masyarakat Sipil ke Polda Metro Jaya usai aksi protes mereka mengganggu jalannya rapat tertutup Komisi I DPR yang membahas revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Sabtu, 15 Maret 2025. Laporan tersebut dinilai oleh pihak aktivis sebagai upaya sistematis membungkam kebebasan berekspresi.
Andrie Yunus, Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS yang tercatat sebagai salah satu terlapor, menegaskan bahwa langkah hukum ini bertentangan dengan prinsip kemerdekaan menyampaikan pendapat. “Ini jelas upaya mengkriminalisasi kritik publik. Negara seharusnya melindungi hak warga, bukan justru mempersekusi,” ujarnya, Rabu (19/3/2025).
Andrie menekankan pentingnya kepolisian mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan prinsip hak asasi manusia (HAM) jika hendak melanjutkan proses hukum. “Kewenangan penyidik kami hormati, tetapi prosedur harus transparan dan sesuai koridor hukum,” tambahnya.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya mengirim surat undangan klarifikasi kepada para aktivis. Namun, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), yang mendampingi koalisi, menolak memenuhi panggilan tersebut. Arif Maulana, perwakilan TAUD, menyatakan penolakan secara resmi di Mapolda Metro Jaya pada Selasa (18/3). “Laporan ini cacat hukum. Kami telah menyerahkan surat keberatan karena ini jelas bentuk kriminalisasi atas kontrol kebijakan publik,” tegas Arif.
Baca Juga: Revisi UU TNI 2025: Kontroversi, Isi, dan Status Terkini
Menurut TAUD, tugas masyarakat sipil adalah mengawasi pemerintah, termasuk menyuarakan penolakan jika kebijakan dianggap bermasalah. “Interupsi dalam rapat tertutup DPR adalah bagian dari pengawasan demokratis. Melaporkan ini sama saja mematikan ruang kritik,” papar Arif.
Andrie menyatakan kesiapannya menghadapi proses hukum asalkan sesuai prosedur. “Jika panggilan berikutnya berstatus penyidikan, kami akan kooperatif. Tapi selama hanya klarifikasi tanpa dasar KUHAP, kami tidak akan hadir,” tegasnya.
Hingga kini, Polda Metro Jaya belum memberikan respons resmi terkait surat keberatan dari TAUD. Kasus ini kembali menyoroti ketegangan antara kebebasan sipil dan regulasi keamanan dalam proses legislatif.