Muhammadiyah, sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah menetapkan awal puasa Ramadan 1446 Hijriah jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Keputusan ini didasarkan pada Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) yang telah diluncurkan Muhammadiyah sejak 1 Muharram 1446 H.
Menariknya, kalender Hijriah yang diterbitkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) juga menunjukkan potensi awal Ramadan pada tanggal yang sama, yakni 1 Maret 2025. Hal ini membuka peluang bahwa awal Ramadan antara pemerintah dan Muhammadiyah berpotensi berlangsung secara serentak pada tahun ini. Kendati demikian, keputusan resmi pemerintah masih akan ditentukan melalui Sidang Isbat yang dilakukan oleh Kemenag RI.
Bagaimana dengan Penetapan Idul Fitri 1446 H?
Selain awal Ramadan, penentuan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 H juga menjadi perhatian. Berdasarkan KHGT, Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri jatuh pada Ahad, 30 Maret 2025. Sementara itu, kalender Hijriah Kemenag menunjukkan bahwa 30 Maret masih merupakan hari ke-30 puasa Ramadan, sehingga ada kemungkinan Idul Fitri jatuh pada Senin, 31 Maret 2025.
Jika perhitungan ini tetap, maka ada potensi perbedaan antara Muhammadiyah dan pemerintah dalam penetapan Lebaran 2025. Namun, keseragaman dalam penentuan awal Ramadan tetap menjadi hal yang menarik karena jarang terjadi di Indonesia.
Mengapa Muhammadiyah Memilih KHGT?
Muhammadiyah telah menerapkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT) untuk menggantikan metode wujudul hilal dalam menentukan awal bulan Hijriah. Menurut laman resmi Muhammadiyah, konsep KHGT mengadopsi ‘Kriteria Turki 2016’, yaitu hasil dari Forum Muktamar Kalender Islam Global yang diadakan di Turki pada tahun 2016.
Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Syamsul Anwar, menyatakan bahwa KHGT sangat penting untuk menyatukan kalender umat Islam di seluruh dunia. Kalender ini dirancang agar setiap tanggal dalam kalender Hijriah berlaku secara universal, sehingga mengakhiri perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah.
“KHGT adalah upaya mutakhir umat Islam untuk menyatukan penanggalan mereka. Dengan kalender ini, tanggal baru Hijriah jatuh pada hari yang sama di seluruh dunia,” ujar Syamsul dalam pernyataannya di laman Suara Muhammadiyah.
Sebagai contoh, 1 Syawal 1548 H yang diperkirakan jatuh pada Jumat, 17 Maret 2124 M, akan dirayakan serentak di Ohio (Amerika Serikat) dan Sydney (Australia). Namun, jika menggunakan kalender lokal, perbedaan tetap terjadi. Misalnya, menurut kalender Kemenag Indonesia, 1 Syawal jatuh pada 18 Maret 2124 M, yaitu sehari setelah KHGT.
Parameter Penentuan KHGT
Menurut Syamsul, KHGT mengadopsi standar internasional yang disepakati dalam Kongres Penyatuan Kalender Hijriah di Istanbul tahun 2016. Beberapa parameter utama dalam KHGT adalah:
- Seluruh bumi sebagai satu matlak (zona waktu)
- Ketinggian bulan minimal 5°
- Elongasi bulan minimal 8° sebelum pukul 00:00 UTC
Dengan standar ini, KHGT dianggap lebih universal dibandingkan dengan metode kalender berbasis lokal yang sering kali berbeda antar negara.
KHGT dan Penyatuan Hari Ibadah Umat Islam
Salah satu alasan utama Muhammadiyah menerapkan KHGT adalah untuk menyatukan hari-hari ibadah umat Islam, termasuk puasa Arafah. Menurut Syamsul, perbedaan kalender sering kali menyebabkan puasa Arafah tidak bertepatan dengan wukuf di Arafah. Dengan KHGT, persoalan ini dapat diatasi karena seluruh umat Islam akan merayakan hari-hari besar pada tanggal yang sama.
Muhammadiyah telah mendukung penerapan KHGT sejak Muktamar Ke-47 di Makassar (2015) dan menegaskan kembali komitmen tersebut dalam Muktamar Ke-48 di Surakarta (2022). Dalam keputusan tersebut, Muhammadiyah menegaskan dukungannya terhadap sistem kalender Islam global yang lebih unifikatif untuk menyatukan hari-hari ibadah umat Islam di berbagai negara.
Syamsul menjelaskan bahwa ada dua pendekatan dalam menyatukan kalender Islam, yaitu:
- Pendekatan lokal, yang hanya berlaku dalam satu negara atau kawasan tertentu.
- Pendekatan global, yang berlaku secara internasional dan dapat diadopsi oleh seluruh umat Islam di dunia.
Pendekatan lokal mungkin lebih mudah diterapkan dalam negeri, tetapi kurang relevan untuk masyarakat Muslim yang tersebar di berbagai belahan dunia. Sementara itu, pendekatan global melalui KHGT lebih komprehensif dan inklusif, karena dapat digunakan oleh umat Islam di berbagai negara.
“Penyatuan lokal mungkin memudahkan dalam negeri, tetapi tidak relevan bagi dunia internasional. Dengan KHGT, kita menyatukan internal Indonesia sekaligus membuka peluang untuk diikuti oleh umat Islam global,” jelas Syamsul.
Sosialisasi dan Tantangan Implementasi KHGT
Sebagai upaya menyosialisasikan KHGT, Muhammadiyah terus melakukan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kalender global ini. Implementasi KHGT bukan hanya soal penentuan awal bulan, tetapi juga bagian dari kontribusi Muhammadiyah dalam menyatukan tata waktu ibadah umat Islam dunia.
“Muhammadiyah telah memutuskan penerapan kalender global ini. Langkah berikutnya adalah meningkatkan pemahaman masyarakat tentang konsep dan urgensi KHGT,” tutup Syamsul.
Bagi Muhammadiyah, penetapan awal Ramadan bukan sekadar persoalan teknis, tetapi juga bagian dari Islam Berkemajuan yang menekankan pentingnya keilmuan, kemaslahatan, dan persatuan umat Islam di seluruh dunia.
Kesimpulan
- Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025, berdasarkan KHGT.
- Kalender Hijriah Kemenag juga menunjukkan kemungkinan awal Ramadan pada 1 Maret 2025, sehingga ada peluang puasa serentak antara Muhammadiyah dan Pemerintah.
- Muhammadiyah menetapkan Idul Fitri 1446 H pada Ahad, 30 Maret 2025, sementara Kemenag berpotensi menetapkan 31 Maret 2025.
- KHGT diadopsi dari Kriteria Turki 2016 dengan tujuan menyatukan kalender Islam global.
- Muhammadiyah terus melakukan sosialisasi dan edukasi agar umat Islam memahami pentingnya kalender global ini.
Dengan implementasi KHGT, Muhammadiyah berharap bahwa perbedaan dalam penentuan awal bulan Hijriah dapat diminimalisir dan umat Islam di seluruh dunia dapat merayakan hari-hari besar Islam secara serentak.