Dilaporkan terjadi bentrok secara masif antara polisi dengan mahasiswa di Dhaka, Bangladesh pada Kamis (18/7/2024). Ribuan mahasiswa yang menggunakan tongkat dan batu bentrok dengan polisi bersenjata, mengakibatkan sekitar enam mahasiswa tewas dan ratusan lainnya mengalami luka.
Hal ini terjadi setelah pemerintah Bangladesh memutus beberapa layanan internet seluler untuk meredam protes anti-kuota lapangan kerja oleh pemerintah sehingga memancing unjuk rasa para mahasiswa.
Aksi protes ini bermula sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina kembali terpilih untuk memimpin di masa jabatannya yang keempat. Hal ini juga dipicu oleh tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan pemuda Bangladesh dengan hampir seperlima dari penduduk disana tidak memiliki pekerjaan dan pendidikan.
Menteri Hukum Bangladesh Anisul Huq mengatakan, pemerintah bersedia untuk berbicara dengan para pengunjuk rasa yang menginginkan diberhentikannya keputusan menyisihkan 30 persen pekerjaan pemerintah untuk keluarga pejuang kemerdekaan melawan Pakistan tahun 1971.
“Kami bersedia untuk duduk (dan berbicara dengan mereka). Kapan pun mereka ingin berdiskusi, itu akan terjadi,” kata Huq dikutip dari Reuters, Kamis (18/7/2024).
Aksi bentrok tersebut menarik perhatian global hingga menimbulkan khawatiran. Pasalnya, dilaporkan kerusuhan itu semakin meluas di beberapa titik di Bangladesh serta semakin tidak kondusif.
Mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di BRAC University, Kristian Yudhianto mengatakan bahwa aksi unjuk rasa ini telah terjadi sejak seminggu yang lalu oleh mahasiswa Dhaka University.
Kristian mengaku, dengan adanya kejadian tersebut membuat dirinya khawatir dengan situasi di Bangladesh karena aksi pun meluas hingga di berbagai kampus.
Ia mengungkap, pemerintah Bangladesh telah menutup universitas dan sekolah untuk sementara waktu. Para siswa dianjurkan untuk melakukan kegiatan belajar secara daring.
Beberapa kampus juga melarang mahasiswa asing beraktivitas di luar kampus karena situasi keamanan yang tidak kondusif. Hal ini juga disampaikan oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang menyarankan pembatasan aktivitas hingga rencana evakuasi mahasiswa Indonesia di Bangladesh.
“Kalau di tempat saya masih aman ya karena kita tinggal di kampus (asrama). Namun, pihak KBRI dan pihak kampus menyarankan untuk membatasi aktivitas dan rencana evakuasi masih menunggu KBRI dan universitas,” ujar Kristian dikutip dari RRI, Jumat (19/7/2024).
Sebelumnya, pemerintah setempat menetapkan kuota lapangan pekerjaan sebagai pegawai pemerintahan atau ASN yang diperuntukan kepada golongan berkebutuhan khusus, wanita, dan keluarga pejuang saat melawan Pakistan.
Sehingga kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra dari mahasiswa. Mahasiswa meminta agar sistem perekruttan pegawai pemerintahan Bangladesh tetap menggunakan sistem perekrutan dilakukan secara merata melalui tes seleksi mengingat angka pengangguran masih tinggi.
Pada tanggal 7 Agustus mendatang, Mahkamah Agung Bangladesh akan mendengar banding pemerintah terhadap putusan Pengadilan Tinggi yang memerintahkan pemulihan kuota pekerjaan tersebut. Hasina telah meminta para mahasiswa untuk bersabar hingga putusan tersebut keluar.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia, seperti Amnesty International, serta Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Amerika Serikat, telah mendesak Bangladesh untuk melindungi para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi secara damai dari kekerasan.