Cari Berita

BerandaNewsRevisi UU TNI 2025: Kontroversi, Isi, dan Status Terkini

Revisi UU TNI 2025: Kontroversi, Isi, dan Status Terkini

Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) kembali memicu perdebatan sengit antara pemerintah, DPR RI, dan masyarakat sipil. Rancangan revisi UU No. 34 Tahun 2004 ini dinilai berpotensi mengembalikan “dwifungsi TNI” era Orde Baru, meski pemerintah menegaskan tujuannya untuk memperkuat pertahanan nasional. Simak isi RUU TNI, alasan penolakan, status terkini, dan poin-poin revisi yang masih jadi perdebatan.

Isi RUU TNI: Poin-Poin Revisi yang Mengundang Kontroversi

RUU TNI 2025 mengusung empat perubahan utama yang menjadi sorotan publik:

  1. Penguatan Industri Pertahanan: Modernisasi alutsista (alat utama sistem pertahanan) dengan prioritas produk dalam negeri dan regulasi anggaran yang lebih transparan.
  2. Ekspansi Peran Nonmiliter: Penugasan TNI dalam operasi penanggulangan bencana, terorisme, dan pengamanan wilayah perbatasan, dengan klausul “koordinasi dengan lembaga sipil”.
  3. Kesejahteraan Prajurit: Usulan kenaikan tunjangan, penyesuaian usia pensiun, serta jaminan kesehatan dan pendidikan bagi keluarga prajurit.
  4. Jabatan Sipil untuk Prajurit Aktif: Perluasan kuota posisi di 16 kementerian/lembaga sipil untuk perwira TNI, termasuk Kementerian Pertahanan dan BNPB.

Poin terakhir inilah yang memantik kritik tajam. Koalisi Masyarakat Sipil menilai langkah ini sebagai pintu masuk kembalinya militerisme ke ranah politik.


Alasan Penolakan Revisi UU TNI: Dwifungsi TNI hingga Proses Tidak Transparan

Meski pemerintah mengklaim revisi UU TNI diperlukan untuk menjawab tantangan keamanan modern, penolakan justru menguat dari akademisi, aktivis HAM, hingga organisasi seperti Imparsial dan KontraS. Berikut tiga alasan utama:

  1. Ancaman Kembalinya Dwifungsi TNI
    Pasal yang memperbolehkan prajurit aktif menduduki jabatan sipil dinilai mengancam demokrasi. “Ini langkah mundur ke era Orde Baru, di mana militer memiliki dualisme peran yang berbahaya,” tegas Direktur Imparsial, Ahmad Fauzan.
  2. Potensi Penyalahgunaan Anggaran Pertahanan
    Koalisi Masyarakat Sipil mencatat, revisi UU TNI tidak secara jelas mengatur mekanisme pengawasan anggaran untuk industri pertahanan. Hal ini berisiko membuka celah korupsi alutsista, seperti kasus yang pernah terjadi sebelumnya.
  3. Pembahasan Tertutup dan Minim Partisipasi Publik
    Proses revisi di DPR RI dinilai tidak transparan. Rapat tertutup di Hotel Fairmont (15 Maret 2025) tanpa melibatkan pakar independen memperkuat kecurigaan adanya agenda terselubung.

Status Terkini Revisi UU TNI: Sudah Disahkan atau Belum?

Hingga Maret 2025, revisi UU TNI belum disahkan. Pembahasan masih terkendala di Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR RI. Meski pemerintah mendorong percepatan, resistensi dari fraksi oposisi dan tekanan publik memperlambat proses.

“Kami tidak akan mengesahkan revisi selama poin dwifungsi TNI masih ada,” tegas Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Rizal. Sementara itu, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto membantah isu “militerisasi” dan menegaskan revisi hanya untuk meningkatkan kapabilitas TNI.


Fokus Revisi UU TNI 2025: Modernisasi atau Politisasi Militer?

Pemerintah mengklaim empat fokus utama revisi UU TNI adalah:

  • Modernisasi Alutsista: Penambahan anggaran pertahanan hingga 1,5% dari APBN untuk pengadaan pesawat tempur dan kapal selam.
  • Penataan Regulasi Tugas Kemanusiaan: Memperjelas batasan keterlibatan TNI dalam operasi nonmiliter.
  • Peningkatan Kesejahteraan Prajurit: Usia pensiun perwira tinggi (bintang empat) diusulkan naik dari 58 menjadi 60 tahun.
  • Sinergi dengan Lembaga Sipil: Kolaborasi TNI dengan BNPB dan BNPT dalam penanganan bencana dan terorisme.

Namun, akademisi dari Universitas Indonesia, Dr. Siti Nurhayati, menilai fokus ini hanya “pemanis” untuk mengalihkan perhatian dari perluasan peran politik militer.


Apa Dampak Revisi UU TNI ke Depan?

Jika disahkan, revisi ini berpotensi mengubah peta keamanan dan politik Indonesia. Di satu sisi, modernisasi alutsista bisa memperkuat daya tangkal TNI. Di sisi lain, perluasan jabatan sipil untuk militer aktif berisiko merusak tatanan demokrasi. Transparansi dalam pembahasan RUU TNI menjadi kunci untuk memastikan revisi ini tidak mengulangi kesalahan masa lalu.

Artikel ini terus diperbarui sesuai perkembangan terbaru. Pantau AcuanToday.com untuk informasi aktual seputar RUU TNI dan kebijakan pertahanan Indonesia.