Jakarta, 22 Maret 2025 – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Supratman Andi Agtas mendorong aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus pengiriman kepala babi bernuansa teror ke kantor redaksi Tempo. Dalam pernyataannya, Sabtu (22/3/2025), Supratman menilai insiden ini berpotensi sebagai upaya sistematis untuk mengganggu hubungan pemerintah, media, dan masyarakat.
“Kita harus waspada terhadap motif di balik aksi teror ini. Bisa jadi ini upaya pihak tertentu memicu perpecahan. Oleh karena itu, proses hukum harus berjalan transparan,” tegas Supratman. Ia menekankan, identitas pengirim paket misterius tersebut masih menjadi teka-teki, sehingga investigasi mendalam diperlukan untuk mengungkap dalang sekaligus mencegah eskalasi konflik.
Baca Juga: Kantor Tempo Kembali Diteror: Bangkai Tikus Dipenggal Ditemukan Usai Ancaman Kepala Babi
Dewan Pers: Ancaman Terhadap Kemerdekaan Pers
Sebelumnya, Dewan Pers telah menyuarakan kecaman keras atas insiden teror yang dialami jurnalis Tempo, Francisca Christy Rosana, pada Rabu (19/3/2025). Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan, intimidasi terhadap media dan wartawan merupakan pelanggaran serius terhadap kemerdekaan pers yang dijamin UU No. 40 Tahun 1999.
“Teror seperti ini tidak boleh dinormalisasi. Jika dibiarkan, kebebasan pers sebagai pilar demokrasi akan terancam,” ujar Ninik dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (21/3/2025). Ia mengingatkan, meski media dapat melakukan kekeliruan dalam pemberitaan, mekanisme hukum seperti hak jawab atau hak koreksi tetap menjadi solusi yang sah, bukan kekerasan.
Mekanisme Hukum vs Aksi Intimidasi
Ninik menambahkan, insiden ini bukan sekadar ancaman personal, melainkan serangan terhadap kedaulatan hukum. Dewan Pers pun mendorong Tempo untuk segera melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, mengingat teror dan intimidasi termasuk tindak pidana yang diatur dalam KUHP.
Analis media, Ahmad Faisal, menyoroti pola ancaman terhadap jurnalis yang kerap menggunakan simbol-simbol bernuansa SARA, seperti kepala babi. “Ini tak hanya menarget individu, tetapi juga memanipulasi sentimen publik untuk melemahkan peran pers,” ujanya.
Proses Hukum dan Implikasi Nasional
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Suryo Aji, mengonfirmasi bahwa laporan dari Tempo telah diterima dan tim khusus dibentuk untuk melacak jejak pengirim. “Kami akan mengusutnya hingga tuntas, termasuk menelusuri rekam jejak pelaku dan motif di balik aksi ini,” jelas Suryo.
Kasus ini kembali memantik perdebatan tentang perlindungan wartawan di Indonesia. Data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mencatat, sepanjang 2024, terjadi 32 kasus kekerasan terhadap jurnalis, dengan 60% di antaranya berupa intimidasi simbolis seperti ancaman lewat paket misterius.
Insiden teror kepala babi ke Tempo menjadi ujian bagi komitmen Indonesia dalam menjaga kemerdekaan pers dan keadilan hukum. Kolaborasi antara pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat sipil dinilai krusial untuk memastikan kebebasan berekspresi tidak dikalahkan oleh aksi-aksi provokatif.